Sebenar-benarnya hidup adalah determin. Tidak akan ada hidup jika tidak
ada ‘jatuh pada’. Tidak akan ada ‘kamu’ jika ibumu ‘tidak jatuh pada’ ayahmu. ‘Tidak
jatuh kepada’ yang dimaksud adalah jatuh cinta. Semua hidup, hakikatnya ‘jatuh
pada’ atau determin sehingga lahirlah aliran determin.
Orang yang suka menjatuh-jatuhkan sifat seperti “Eh, kamu tukang
terlambat!”. Padahal hanya terlambat sekali tapi sudah di-judge dan di-claim menjadi
tukang terlambat sehingga berdosalah orang itu (yang men-judge dan meng-claim). Seperti
saat ada direktur yang memberikan tanda tangan sehingga mahasiswa bisa yudisium,
hal ini termasuk ‘jatuh pada’. Hal ini juga terjadi saat bernafas, oksigen ‘jatuh
pada’ darahmu. Makan juga ‘jatuh pada’ darahmu.
Filsafat itu sama juga seperti keterkejutan. Ketidakpahaman adalah musuh
filsafat. Orang jawa atau orang timur mementingkan harmoni karena hidup itu
harmoni. Jika suka kejutan, maka itu adalah anak-anak. Sebagian menyukai
kejutan karena bagian dari observasi dari dunia tapi harus pada tempatnya.
Jangan sampai memberi kejutan kakek yang berulangtahun dengan petasan disetiap
sudut rumah.
Tidak semua orang suka ditelephone karena seharusnya merupakan sesuatu
yang darurat atau keterkejutan. Misal seorang seorang direktur baru saja dari Bengkulu
dan ada direktur pascasarjana dari Bengkulu yang menghubungi saat rapat. Karena
saat rapat sehingga tidka dapat dijawab telephone-nya. Kemudian menghubungi
lagi saat direktur sudah berada di rumah. Karena tidak semua orang suka ditelephone,
direktur tidak mengangkat kembali karea ingin beristirahat. Direktur dari
Bengkulu tersebut memiliki sifat determin. Determin adalah menyukai dunia
seperti ‘diriku’. Hal tersebut bahaya karena ego. Jaman sekarang bisa WA dan
bisa SMS sehingga karena tidak masalah bisa melakukannya malam hari dan bisa
dibalas oleh yang bersangkutan pagi harinya.
Sok memerintah, tukang memerintah, dan menunjuk itu adalah
determin. Determin adalah jatuhnya sebuah sifat terhadap sifat yang lain. Dunia
hanya seperti “kamu memandang saya, artinya kamu menjatuhkan sifat kepada
saya”. Memikir, mendengar, dan melihat juga merupakan determin. Melihat tembok
artinya melihat bayangan sehingga termasuk menjatuhkan sifat kepada tembok.
Setiap merasakan apa yang dipikirkan artinya memberikan label. Sebetulnya
seperti gempa bumi merupakan sesuatu yang sederhana yaitu jatuhnya sifat kepada
sifat yang lain. Tuhan menjatuhkan sifat-Nya yang Ar-Rahman dan Ar-Rohim
sehingga terciptanya dunia ini. Jatuhnya oksigen ke udara juga termasuk
determin. “Engkau melihat saya,” kedudukannya sama persis dengan gempa bumi di
Palu.
Mahasiswa ada juga yang takut saat dilihat oleh dosen. Berarti yang
melihat sangat determin persis seperti lempengan Australia jatuh ke lempengan
Asia sehingga mahasiswa pergi pulang. Karena dosen dan mahasiswa tersebut tidak
belajar filsafat, terjadi hal seperti itu dan tidak mengerti maka terjadinya
“jatuh pada” atau jatuhnya sifat kepada.
Determinism adalah orang yang suka menentukan nasib orang lain.
Maha determin adalah Allah SWT, tidak ada yang bisa menyainginya. Pemimpin yang
kejam sangat dertermin. Ditinjau dari sosial dan kemasyarakat, determin bisa
seperti pemempin yang otoriter. Otoriter dari raut wajah saja bisa dilihat.
Determin itu ada jenjangnya. Godaan yang paling besar dari seorang
pemimpin adalah determin yaitu menentukan nasib orang lain. Dalam perwayangan
jawa, pasti seorang raja juga akan seperti itu. Para punggawa yang menghadap
raja tidak akan mungkin memandang wajah rajanya. Hal tersebut merupakan
determin yang salah.
Sabar
itu sesuai ruang dan waktunya. Menyesuaikan terhadap ruang dan waktu, itu
sabar. Jadi menyesuaikan antara penglihatan, pemikiran, pendengaran, dan
tindakan terhadap ruang dan waktunya yang sesuai. Kemudian juga sifat menerima
yaitu toleran. Ada dua arah sifat toleran yaitu, arah keluar dan arah kedalam.
Sifat toleran adalah mengurangi suatu sifat determinis terhadap suatu sifat
kepada sifat yang lain. Jadi diterministik yaitu menyadari diri sendiri bahwa
tidak semata-mata dikarenakan diriku tetapi diriku itu hanya sebagian dari
sifat-sifat yang ada. Bahwa masa depan saya itu tidak semata-mata karena diriku
tetapi karena diri orang lain dan juga paling penting karena kuasa Tuhan.
Jika
sudah dikurangi, maka diturunkan egonya. Karena ego itu potensi menjadi seorang
determinis. Determinis itu bukan sesuatu yang sepele. Sepele maupun tidak
sepele tergantung kita paham atau tidak. Dari yang kita tidak menyadari sampai
kita menyadari. Contoh, tembok yang ada di ruangan. Tembok dicat berwarna cream. Andai kata tembok bisa usul,
dulu-dulunya ingin dicat warna biru misalnya, dari dulu sampai sekarang tembok
itu berkeluh kesah terus menerus sesuai dengan orang yang dulu mengecat tembok
itu sehingga berkarakter cream,
karena ditutup oleh cat. Orang yang mengecat itu determin, menentukan nasib
tembok. Jadi jatuhnya sifat cat terhadap tembok.
Memandang
seseorang itu sifat determin. Bisa jadi memandang seseorang sampai suatu ketika
orang tersebut pingsan. Itulah determin, jatuhnya sifat pandangan kepada seseorang.
Maka hidup itu determin. Tetapi haraplah sesuai dengan ruang dan waktu.
Agar
setelah determin kita sadari kita turunkan, kita kemudian mencari referensi
kesadaran akan strukturnya. Misalnya difitnah orang, dizolimi, atau diberitakan
sebagai yang tidak baik. Padahal itu tidak cocok dengan diri sendiri, atau
dikenakan berita hoax. Kemudian
bermacam-macam mulai dari determin sampai dilaporkan ke polisi.
Ada
cerita yang menarik dari seseorang yang mempunyai rumah di pekarangan yang jauh
dan dekat sawah dan kebun-kebun yang dikelilingi pohon bambu. Setiap ada angin,
pohon bamboo tumbang mengenai atap rumah dan mengenai kabel hingga putus. Suatu
ketika pemilik rumah berbicara dengan pemilik bambu ingin membeli bambunya atau
bagaimana untuk menanyakan solusi terbaiknya. Sang pemiliki bambu menjawab
secara tidak langsung, tapi intisarinya menyinggung ‘siapa yang berada disana
duluan? bambu atau sang pemilik rumah yang baru?’ Sang pemilik rumah menerima
dan sabar. Kemudian mencari referensi pemikiran.
Manusia
itu tidak punya daya kecuali atas pertolongan Tuhan. Sang pemilik rumah
mempercayai itu lalu mencari referensi, berikhtiar, dan berikhtiar. Pada saat ketika,
sang pemilik rumah mendengar bahwa ada seorang kiai yang doanya makbul. Sang
pemilik rumah mendatangi kiai itu dan berbicara apa adanya terkait masalah
bambu yang selalu menimpa dirinya untuk diberikan solusi penyelesaian masalah
itu. Kiai tersebut lantas mengambil air putih dan diberikan doa. Diperintahkan
sang pemilik rumah untuk menggunakan air tersebut separuhnya untuk mandi dan
separuhnya lagi untuk dipercikkan ke pohon bambu tersebut setelah maghrib.
Satu
bulan hingga dua bulan berlalu. Suatu ketika anak dari sang pemilik bambu diperintahkan
keluarganya untuk membangun di pekarangan yang terdapat bambu tersebut tapi
tidak mau. Karena tidak mau, sang pemilik bambu yang mungkin merasa tidak enak
dengan sang pemilik rumah baru akibat sering merasa mendzolimi secara terus
menerus, tanah pekarangannya dijual dan uangnya digunakan untuk naik haji.
Camat yang ada di daerah itu membeli tanah tersebut hingga pekarangan dengan
pohon bambu itu kini berubah menjadi rumah dan pada bagian yang ada bambunya
kini menjadi taman. Dari kejadian tersebut,
dari mana asal-usul penyelesaian itu yang penting ikhtiar yang dilakukan oleh
sang pemilik rumah terkabul sesuai dengan pertolongan Tuhan sehingga tidak ada
lagi masalah bambu.
Barokah
itu dari Tuhan dan untuk semua umat-Nya. Jika ingin berdoa, Jokowi barokah,
Prabowo juga barokah. Bagaimana jika sang pemilik rumah tadi hanya memilih
untuk pindah rumah? Bagaimana logika kita? Karna sang pemilik rumah pasrah,
sabar, dan ikhtiar justru mendapatkan solusinya. Bagaimana sekarang dengan kiai?
Logikanya seperti apa?
Manusia
itu memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahan manusia tidak bisa menjangkau
semuanya. Anda itu punya potensi doa, semuanya punya potensi doa. Tapi ketika fokus
berdoa, berdoa itu bisa ditingkatkan kualitanya. Doanya baik ditingkatkan
kualitas dan kuantitasnya, lama-lama mudah-mudahan bisa makbul. Tapi jika terus
melakukannya, kapan bisa meraih cita-cita? Jika sebagai dosen, maka kapan aku
mengajar? Semua tidak akan sempat. Tapi jika kiai hanya fokus pada bidangnya
sehingga kadar doanya mudah-mudahan makbul.
Manusia
harus saling minta tolong-menolong. Seperti meminta tolong kiai untuk fokus berdoa.
Karena kian setiap hari berdoa, mudah-mudahan doanya makbul. Begitulah logika
yang dilakukan oleh sang pemilik rumah. Bukan kemana-mana seperti memercikkan
air ke bambu dan menggunakannya untuk mandi juga.
Semua
berpotensi menjadi ahli doa kalau memang fokus ke situ. Itu yang dikatakan antara
sabar dan menerima. Tidak semata-mata urusan manusia dunia itu. Sang pemilik
rumah tidak bisa semena-mena menjerat sang pemilik bambu dengan jalur hukum dan
sebagainya karena jika diterapkan demikian, maka sang pemilik rumah bisa diprotes
oleh semua warga. Bisa jadi sebagian besar dari warga adalah saudara dari sang
pemilik bambu karena sang pemilik rumah hanyalah pendatang di kampung tersebut.
Oleh karena itu sang pemilik rumah memilih untuk sabar dengan harapan
masalahnya dapat diselesaikan dengan cara berikhtiar.
Jika
melihat potensi tidak sabar dan tidak menerima, maka bisa dilihat sekitar itu
adalah dari sisi kamu. Apalagi bersifat determin yang merasa bisa. Peran yang merasa
bisa, dia harus begini, dia harus begitu, dia harus ikut saya, macam-macam.
Contoh sebagai kakak memerintahkan adiknya jika kamu harus begini, kalau tidak
sesuai maka kakak akan marah. Hal itu sangat deterministic. Determinis itu menentukan orang lain, menentukan
nasib seperti menentukan nasib tembok seperti sebelumnya.
No comments:
Post a Comment
Mari berkomentar...