Wednesday, October 24, 2018

Menghadapi Determinism dengan Berikhtiar


Sebenar-benarnya hidup adalah determin. Tidak akan ada hidup jika tidak ada ‘jatuh pada’. Tidak akan ada ‘kamu’ jika ibumu ‘tidak jatuh pada’ ayahmu. ‘Tidak jatuh kepada’ yang dimaksud adalah jatuh cinta. Semua hidup, hakikatnya ‘jatuh pada’ atau determin sehingga lahirlah aliran determin.
Orang yang suka menjatuh-jatuhkan sifat seperti “Eh, kamu tukang terlambat!”. Padahal hanya terlambat sekali tapi sudah di-judge dan di-claim menjadi tukang terlambat sehingga berdosalah orang itu (yang men-judge dan meng-claim). Seperti saat ada direktur yang memberikan tanda tangan sehingga mahasiswa bisa yudisium, hal ini termasuk ‘jatuh pada’. Hal ini juga terjadi saat bernafas, oksigen ‘jatuh pada’ darahmu. Makan juga ‘jatuh pada’ darahmu.
Filsafat itu sama juga seperti keterkejutan. Ketidakpahaman adalah musuh filsafat. Orang jawa atau orang timur mementingkan harmoni karena hidup itu harmoni. Jika suka kejutan, maka itu adalah anak-anak. Sebagian menyukai kejutan karena bagian dari observasi dari dunia tapi harus pada tempatnya. Jangan sampai memberi kejutan kakek yang berulangtahun dengan petasan disetiap sudut rumah.


Tidak semua orang suka ditelephone karena seharusnya merupakan sesuatu yang darurat atau keterkejutan. Misal seorang seorang direktur baru saja dari Bengkulu dan ada direktur pascasarjana dari Bengkulu yang menghubungi saat rapat. Karena saat rapat sehingga tidka dapat dijawab telephone-nya. Kemudian menghubungi lagi saat direktur sudah berada di rumah. Karena tidak semua orang suka ditelephone, direktur tidak mengangkat kembali karea ingin beristirahat. Direktur dari Bengkulu tersebut memiliki sifat determin. Determin adalah menyukai dunia seperti ‘diriku’. Hal tersebut bahaya karena ego. Jaman sekarang bisa WA dan bisa SMS sehingga karena tidak masalah bisa melakukannya malam hari dan bisa dibalas oleh yang bersangkutan pagi harinya.
Sok memerintah, tukang memerintah, dan menunjuk itu adalah determin. Determin adalah jatuhnya sebuah sifat terhadap sifat yang lain. Dunia hanya seperti “kamu memandang saya, artinya kamu menjatuhkan sifat kepada saya”. Memikir, mendengar, dan melihat juga merupakan determin. Melihat tembok artinya melihat bayangan sehingga termasuk menjatuhkan sifat kepada tembok.
Setiap merasakan apa yang dipikirkan artinya memberikan label. Sebetulnya seperti gempa bumi merupakan sesuatu yang sederhana yaitu jatuhnya sifat kepada sifat yang lain. Tuhan menjatuhkan sifat-Nya yang Ar-Rahman dan Ar-Rohim sehingga terciptanya dunia ini. Jatuhnya oksigen ke udara juga termasuk determin. “Engkau melihat saya,” kedudukannya sama persis dengan gempa bumi di Palu.
Mahasiswa ada juga yang takut saat dilihat oleh dosen. Berarti yang melihat sangat determin persis seperti lempengan Australia jatuh ke lempengan Asia sehingga mahasiswa pergi pulang. Karena dosen dan mahasiswa tersebut tidak belajar filsafat, terjadi hal seperti itu dan tidak mengerti maka terjadinya “jatuh pada” atau jatuhnya sifat kepada.
Determinism adalah orang yang suka menentukan nasib orang lain. Maha determin adalah Allah SWT, tidak ada yang bisa menyainginya. Pemimpin yang kejam sangat dertermin. Ditinjau dari sosial dan kemasyarakat, determin bisa seperti pemempin yang otoriter. Otoriter dari raut wajah saja bisa dilihat.
Determin itu ada jenjangnya. Godaan yang paling besar dari seorang pemimpin adalah determin yaitu menentukan nasib orang lain. Dalam perwayangan jawa, pasti seorang raja juga akan seperti itu. Para punggawa yang menghadap raja tidak akan mungkin memandang wajah rajanya. Hal tersebut merupakan determin yang salah.
Sabar itu sesuai ruang dan waktunya. Menyesuaikan terhadap ruang dan waktu, itu sabar. Jadi menyesuaikan antara penglihatan, pemikiran, pendengaran, dan tindakan terhadap ruang dan waktunya yang sesuai. Kemudian juga sifat menerima yaitu toleran. Ada dua arah sifat toleran yaitu, arah keluar dan arah kedalam. Sifat toleran adalah mengurangi suatu sifat determinis terhadap suatu sifat kepada sifat yang lain. Jadi diterministik yaitu menyadari diri sendiri bahwa tidak semata-mata dikarenakan diriku tetapi diriku itu hanya sebagian dari sifat-sifat yang ada. Bahwa masa depan saya itu tidak semata-mata karena diriku tetapi karena diri orang lain dan juga paling penting karena kuasa Tuhan.
Jika sudah dikurangi, maka diturunkan egonya. Karena ego itu potensi menjadi seorang determinis. Determinis itu bukan sesuatu yang sepele. Sepele maupun tidak sepele tergantung kita paham atau tidak. Dari yang kita tidak menyadari sampai kita menyadari. Contoh, tembok yang ada di ruangan. Tembok dicat berwarna cream. Andai kata tembok bisa usul, dulu-dulunya ingin dicat warna biru misalnya, dari dulu sampai sekarang tembok itu berkeluh kesah terus menerus sesuai dengan orang yang dulu mengecat tembok itu sehingga berkarakter cream, karena ditutup oleh cat. Orang yang mengecat itu determin, menentukan nasib tembok. Jadi jatuhnya sifat cat terhadap tembok.
Memandang seseorang itu sifat determin. Bisa jadi memandang seseorang sampai suatu ketika orang tersebut pingsan. Itulah determin, jatuhnya sifat pandangan kepada seseorang. Maka hidup itu determin. Tetapi haraplah sesuai dengan ruang dan waktu.
Agar setelah determin kita sadari kita turunkan, kita kemudian mencari referensi kesadaran akan strukturnya. Misalnya difitnah orang, dizolimi, atau diberitakan sebagai yang tidak baik. Padahal itu tidak cocok dengan diri sendiri, atau dikenakan berita hoax. Kemudian bermacam-macam mulai dari determin sampai dilaporkan ke polisi.
Ada cerita yang menarik dari seseorang yang mempunyai rumah di pekarangan yang jauh dan dekat sawah dan kebun-kebun yang dikelilingi pohon bambu. Setiap ada angin, pohon bamboo tumbang mengenai atap rumah dan mengenai kabel hingga putus. Suatu ketika pemilik rumah berbicara dengan pemilik bambu ingin membeli bambunya atau bagaimana untuk menanyakan solusi terbaiknya. Sang pemiliki bambu menjawab secara tidak langsung, tapi intisarinya menyinggung ‘siapa yang berada disana duluan? bambu atau sang pemilik rumah yang baru?’ Sang pemilik rumah menerima dan sabar. Kemudian mencari referensi pemikiran.
Manusia itu tidak punya daya kecuali atas pertolongan Tuhan. Sang pemilik rumah mempercayai itu lalu mencari referensi, berikhtiar, dan berikhtiar. Pada saat ketika, sang pemilik rumah mendengar bahwa ada seorang kiai yang doanya makbul. Sang pemilik rumah mendatangi kiai itu dan berbicara apa adanya terkait masalah bambu yang selalu menimpa dirinya untuk diberikan solusi penyelesaian masalah itu. Kiai tersebut lantas mengambil air putih dan diberikan doa. Diperintahkan sang pemilik rumah untuk menggunakan air tersebut separuhnya untuk mandi dan separuhnya lagi untuk dipercikkan ke pohon bambu tersebut setelah maghrib.
Satu bulan hingga dua bulan berlalu. Suatu ketika anak dari sang pemilik bambu diperintahkan keluarganya untuk membangun di pekarangan yang terdapat bambu tersebut tapi tidak mau. Karena tidak mau, sang pemilik bambu yang mungkin merasa tidak enak dengan sang pemilik rumah baru akibat sering merasa mendzolimi secara terus menerus, tanah pekarangannya dijual dan uangnya digunakan untuk naik haji. Camat yang ada di daerah itu membeli tanah tersebut hingga pekarangan dengan pohon bambu itu kini berubah menjadi rumah dan pada bagian yang ada bambunya kini menjadi taman.  Dari kejadian tersebut, dari mana asal-usul penyelesaian itu yang penting ikhtiar yang dilakukan oleh sang pemilik rumah terkabul sesuai dengan pertolongan Tuhan sehingga tidak ada lagi masalah bambu.
Barokah itu dari Tuhan dan untuk semua umat-Nya. Jika ingin berdoa, Jokowi barokah, Prabowo juga barokah. Bagaimana jika sang pemilik rumah tadi hanya memilih untuk pindah rumah? Bagaimana logika kita? Karna sang pemilik rumah pasrah, sabar, dan ikhtiar justru mendapatkan solusinya. Bagaimana sekarang dengan kiai? Logikanya seperti apa?
Manusia itu memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahan manusia tidak bisa menjangkau semuanya. Anda itu punya potensi doa, semuanya punya potensi doa. Tapi ketika fokus berdoa, berdoa itu bisa ditingkatkan kualitanya. Doanya baik ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, lama-lama mudah-mudahan bisa makbul. Tapi jika terus melakukannya, kapan bisa meraih cita-cita? Jika sebagai dosen, maka kapan aku mengajar? Semua tidak akan sempat. Tapi jika kiai hanya fokus pada bidangnya sehingga kadar doanya mudah-mudahan makbul.
Manusia harus saling minta tolong-menolong. Seperti meminta tolong kiai untuk fokus berdoa. Karena kian setiap hari berdoa, mudah-mudahan doanya makbul. Begitulah logika yang dilakukan oleh sang pemilik rumah. Bukan kemana-mana seperti memercikkan air ke bambu dan menggunakannya untuk mandi juga.
Semua berpotensi menjadi ahli doa kalau memang fokus ke situ. Itu yang dikatakan antara sabar dan menerima. Tidak semata-mata urusan manusia dunia itu. Sang pemilik rumah tidak bisa semena-mena menjerat sang pemilik bambu dengan jalur hukum dan sebagainya karena jika diterapkan demikian, maka sang pemilik rumah bisa diprotes oleh semua warga. Bisa jadi sebagian besar dari warga adalah saudara dari sang pemilik bambu karena sang pemilik rumah hanyalah pendatang di kampung tersebut. Oleh karena itu sang pemilik rumah memilih untuk sabar dengan harapan masalahnya dapat diselesaikan dengan cara berikhtiar.
Jika melihat potensi tidak sabar dan tidak menerima, maka bisa dilihat sekitar itu adalah dari sisi kamu. Apalagi bersifat determin yang merasa bisa. Peran yang merasa bisa, dia harus begini, dia harus begitu, dia harus ikut saya, macam-macam. Contoh sebagai kakak memerintahkan adiknya jika kamu harus begini, kalau tidak sesuai maka kakak akan marah. Hal itu sangat deterministic. Determinis itu menentukan orang lain, menentukan nasib seperti menentukan nasib tembok seperti sebelumnya.

No comments:

Post a Comment

Mari berkomentar...