Inovasi
Pembelajaran Matematika Kolaboratif dengan
Worked
Example Complex-Complex
Berbasis
TIK Terintegerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta
Gambar 1. Siswa Mengerjakan Lembar Kerja Saat Praktik Baik Dilakukan
Permasalahan
matematika dapat berasal dari kehidupan sehari-hari. Permasalahan matematika
yang digunakan sangat dekat dengan kehidupan manusia disebut dengan kontekstual
(Lutfianto, Zulkardi, & Hartono, 2013: 188). Pembelajaran dengan permasalah
kontekstual melibatkan aktivitas siswa untuk memecahkan masalah dengan
keterlibatan yang aktif, extensive networking, komunikasi dan kolaborasi (Brown
& Mbati, 2015: 124). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Widjaja
(2013: 158) tentang penggunaan masalah kontekstual untuk mendukung pembelajaran
matematika, didapatkan kesimpulan bahwa masalah kontekstual mampu mengarah pada
pembelajaran yang lebih bermakna disaat siswa aktif dalam diskusi dengan
mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi, menjelaskan, dan membenarkan alasan
siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.
SMP
Negeri 1 Manisrenggo adalah sekolah yang berada diperbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Sekolah tersebut hanya berjarak kurang lebih 6 km dari Candi
Prambanan. Oleh karena itu, sebagian besar siswa mengenal dekat tentang apa itu
Candi Prambanan.
Berdasarkan
penekanan agar siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna, disini penulis
telah melakukan praktik baik di kelas. Penulis menggunakan Candi Prambanan
sebagai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pembelajaran dengan
permasalah kontekstual yang lebih bermakna.
Penulis
memiliki sebuah praktik baik pembelajaran yang berjudul “Inovasi
Pembelajaran Matematika Kolaboratif dengan Worked Example Complex-Complex
Berbasis TIK Terintegerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Pelaksanaan praktik baik ini dilakukan di kelas VIII G SMP Negeri 1 Manisrenggo.
Judul tersebut diadaptasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis sendiri, Aadzaar (2020), yang menunjukan bahwa urutan kompleksitas worked
example complex-complex dengan strategi pembelajaran kolaboratif ditinjau
dari level kognitif pada tingkat HOTS lebih efektif daripada urutan
kompleksitas worked example complex-complex dengan strategi
pembelajaran individu ditinjau dari level kognitif pada tingkat HOTS.
Setelah praktik baik dilakukan, penulis melakukan sosialisasi melalui diseminasi online secara individu dan secara kolaboratif bersama dengan Sahabat Rumah Belajar Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2022 lainnya yang berturut-turut dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2022 dan 30 Oktober 2022. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada Vlog berikut
Untuk
mendalami praktik baik ini, berikut ini adalah uraian dari beberapa komponen
yang digunakan.
A. Pembelajaran
Kolaboratif
Collaborative
berasal dari bahasa Latin ‘collabore’ yang artinya adalah bekerja sama dan
dapat dipandang sebagai suatu proses penciptaan bersama (Mukadar, 2016: 23).
Barkley, Major, & Cross (2014: 1) berpendapat bahwa pembelajaran
kolaboratif merupakan belajar yang sengaja dirancang dan dilaksanakan dalam
kelompok kecil atau berpasangan. Selain itu, Laal & Ghodsi (2012: 486)
berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran dimana siswa
secara berkelompok melakukan pekerjaan secara bersama-sama untuk melakukan
pemecahan masalah, pembuatan produk, dan pengerjaan tugas. Hal ini sejalan
dengan Laal & Laal (2012: 491) yang berpendapat bahwa pembelajaran
kolaboratif merupakan pembelajaran untuk mengajar dan belajar dimana melibatkan
sejumlah siswa untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah,
melengkapi tugas, atau menciptakan suatu hasil.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Adams & Hamm (2013: 36) yang menyatakan bahwa
pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran yang mampu mendorong siswa dari
berbagai tingkat kemampuan untuk bekerjasama dalam kelompok kecil untuk
mencapai tujuan bersama. Adolphus, Alamina, & Aderonmu (2013: 95) juga
berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam melakukan tugas bersama dimana setiap siswa saling
bergantung dan bertanggung jawab satu sama lain. Kemudian Law, So, & Chung
(2017: 26) berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran
dimana terdapat gabungan dari usaha intelektual antara siswa dan siswa, atau
siswa dan guru secara bersama-sama.
Dari
beberapa pendapat sebelumnya, disintesiskan bahwa pembelajaran kolaboratif
merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dari berbagai tingkatan
kemampuan untuk saling bertanggung jawab dalam bekerja bersama di suatu
kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah atau mencapai suatu tujuan bersama.
Terdapat
beberapa langkah untuk melakukan pembelajaran kolaboratif. Menurut Watskin,
Carnell, & Lodge (2007: 94), langkah-langkah pembelajaran kolaboratif adalah
formulate, share, listen, dan create. Pada tahap formulate, siswa secara
individu akan mengonstruk pengetahuannya melalui melakukan tugas belajar secara
individu. Pada tahap share, siswa membagi ide dari hasil pekerjaannya pada
anggota kelompoknya. Pada tahap listen, siswa saling mendengarkan jawaban dari
anggota kelompoknya untuk dibandingkan perbedaan dan persamaan dari hasil
pekerjaan individu. Pada tahap create, siswa membuat jawaban baru berdasarkan
hasil terbaik dari diskusi dan setiap siswa bersiap untuk mempresentasikan
hasil jawabannya saat dipanggil guru.
Kelompok
yang dibentuk adalah kelompok yang heterogen dengan kemampuan siswa yang
berbeda-beda tingkatannya. Johnson, Johnson, & Holubec (2012: 65)
menjelaskan bahwa pembagian kelompok secara teknisnya dapat dilakukan dengan
melakukan pra ujian sebelumnya, kemudian siswa dibagi menjadi kelompok dengan
kategori berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil pencapaian
nilai. Satu siswa dari masing-masing kelompok dibagi secara acak ke dalam
masing-masing kelompok pembelajaran sehingga terbentuk kelompok yang heterogen.
Menurut Adams & Hamm (2013: 49), hal tersebut penting untuk dilakukan
karena pembentukan kelompok harus terdiri dari siswa dengan kemampuan yang
berbeda sehingga mereka dapat saling membantu. Selain itu Johnson, et al.
(2012: 67) juga berpendapat bahwa dalam kelompok yang heterogen dapat
meningkatkan pemahaman yang lebih dalam, kualitas penalaran siswa, dan
keakuratan retensi jangka panjang.
B. Worked
Example Complex-Complex
Secara
bahasa, worked example artinya adalah contoh. Menurut Retnowati (2019:
78), worked example adalah pembelajaran dengan menggunakan contoh yang
biasanya digunakan untuk menunjukkan bagaimana menyelesaikan suatu jenis
masalah yang kemudian diikuti oleh praktik pada masalah yang serupa dan atau
transfer masalah. Menurut Ayres & Sweller (2013: 408), worked example
adalah pembelajaran yang memberikan contoh yang mencakup pernyataan masalah dan
langkah demi langkah yang mengarah pada penyelesaian akhir. Menurut Retnowati
(2012: 393), worked example adalah pembelajaran yang menggunakan contoh
dengan menggunakan langkah demi langkah dalam penyelesaian masalah ditunjukkan
dengan komentar yang ditambahkan di sebelah langkah penyelesaian yang
menjelaskan alasan mendasar pemilihan langkah tersebut.
Dari kajian diatas, disintesiskan bahwa worked example adalah suatu pembelajaran untuk memecahkan suatu masalah dengan adanya panduan lengkap langkah demi langkah yang menjelaskan alasan mendasar pemilihan langkah tersebut.
Urutan
kompleksitas worked example dapat mempengaruhi pembelajaran selanjutnya dengan
adanya masalah yang memiliki kompleksitas yang berbeda-beda (Retnowati, 2017: 669). Urutan kompleksitas masalah yang bervariasi dalam setiap kondisi
digunakan dengan tujuan untuk memastikan bahwa efek yang mampu mempengaruhi
worked example tidak disebabkan oleh satu urutan masalah tertentu yang
digunakan (Van Gog, et al., 2012: 833). Urutan kompleksitas worked example
complex-complex merupakan suatu pembelajaran untuk memecahkan suatu masalah
dengan adanya panduan lengkap langkah demi langkah yang menjelaskan alasan
mendasar pemilihan langkah tersebut dengan urutan tingkat kompleksitas dari
tingkat complex kemudian diberikan tingkat complex lagi. Kompleksitas masalah
dikategorikan berdasarkan penggunaan masalah kontekstual dan tingkat konseptual
pengetahuan yang dibutuhkan (Aadzaar, 2020).
C. Pembelajaran
Matematika Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Metode Grafik
Bagi siswa pemula, materi SPLDV adalah materi kompleks karena SPLDV merupakan materi yang baru dan memiliki hubungan yang erat dengan permasalahan kontekstual sehingga siswa akan mengalami kesulitan dalam melakukan penerapan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan prior knowledge yang terbatas. Sehingga pada praktik baik digunakan materi SPLDV kelas VIII semester 1. Materi SPLDV yang digunakan adalah pada bagian metode grafik. Indikator pembelajaran yang digunakan adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan SPLDV dengan menggunakan metode grafik.
D. Pemanfaatan
Rumah Belajar dan Platform Merdeka Mengajar
Pada praktik baik ini penulis membuat Multimedia Pembelajaran Interaktif “SPLDV Metode Grafik” yang bisa diakses di Rumah Belajar pada link berikut : Multimedia Pembelajaran Interaktif - SPLDV Metode Grafik
E. Integerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Pembelajaran
Berdasarkan karakteristik materi SPLDV dan tujuan untuk menekankan agar siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna, penulis menggunakan Candi Prambanan sebagai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pembelajaran dengan permasalah kontekstual yang lebih bermakna.
Berdasarkan komponen-komponen yang terlibat dalam praktik baik, berikut ini adalah tahap pembelajaran yang dilakukan.
A. Tahap
Perencanaan
Hal pertama yang
dilakukan adalah menyiapkan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran
disusun berdasarkan komponen-komponen yang telah disiapkan untuk pembelajaran.
Penulis menyusun indikator dan tujuan pembelajaran sesuai dengan pembelajaran
yang ingin dicapai.
Kearifan lokal
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang relevan dipilih untuk dikembangkan dan
diinovasi agar dapat sinkron dengan masalah kontekstual dari materi yang akan
diajarkan. Kearifan lokal yang ingin digunakan kemudian diterapkan pada
pembelajaran matematika kolaboratif dengan worked example complex-complex.
Penerapannya harus sesuai dengan langkah pembelajaran agar tercapai hasil
pembelajaran yang diharapkan.
Perangkat
pembelajaran seperti bahan ajar dapat di tempatkan pada Rumah Belajar sebagai
pemanfaatan TIK. Tidak hanya itu, tes diagnostik yang akan dilakukan bisa
menggunakan fitur Asesmen pada Platform Merdeka Mengajar untuk mempermudah dalam
mengelompokkan siswa sesuai kemampuan awal siswa yang heterogen.
B. Tahap
Pelaksanaan
Pembelajaran dilakukan pada tahap ini sesuai dengan
tahap perencanaan yang telah disusun. Secara garis besar, tahap ini memuat pendahuluan,
isi dan penutup. Pada bagian pendahuluan, penulis mengucapkan salam pada siswa,
berdoa, memeriksa kehadiran, memotivasi siswa, dan mengondisikan siswa untuk
siap menerima pembelajaran. Sedangkan pada bagian isi, terbagi lagi menjadi dua
tahap sebelum pembelajaran diakhiri pada bagian penutup.
Pada bagian isi, ditandai dengan adanya dua tahap,
yaitu tahap pengaktifan prior knowledge dimana siswa mempelajari kembali
atau mengingat kembali materi prasyarat yang difasilitasi melalui tes diagnostik.
Kemudian siswa melakukan tahap pembelajaran kolaboratif sesuai langkah pembelajaran,
yaitu formulate, share, listen, dan create.
Siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil
pekerjaannya dan siswa yang lainnya memberikan tanggapan tentang pekerjaan
temannya. Selanjutnya guru membantu mengarahkan siswa untuk memberikan
konfirmasi mengenai ketepatan dalam menjawab jawaban yang benar. Tahapan ini
berlangsung cukup kondusif dimana beberapa siswa terlihat aktif dalam
mempresentasikan hasil pekerjaannya dan saling menanggapi tentang pekerjaan
temannya.
Pada akhir pembelajaran, siswa dan guru secara bersama-sama saling menyimpulkan apa yang telah mereka dapatkan dalam pembelajaran. Kemudian siswa memberikan refleksi sebelum pembelajaran diakhiri. Guru menyampaikan materi mendatang yang akan dipelajari dan menutup pembelajaran dengan salam.
A. Tahap
Berbagi
Setelah pembelajaran berlangsung dengan baik. Hasil
dari praktik baik dirangkum dalam bentuk Slide yang akan didesiminasikan secara
online sebagai bentuk sosialisasi praktik baik yang telah dilakukan.
Ada beberapa hal baik yang dapat dibagikan, yaitu
1. Pembelajaran
menjadi lebih menyenangkan karena menggunakan Media Pembelajaran Interaktif -
SPLDV metode grafik.
2. Pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena siswa mengenal masalah kontekstual yang digunakan
berdasarkan kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Siswa
dapat memahami tentang SPLDV metode grafik dengan mudah menggunakan worked
example complex-complex
Aadzaar,
R. M. (2020). Efektivitas Urutan Kompleksitas Worked Example dalam
Pembelajaran Matematika Kolaboratif Ditinjau dari Level Kognitif dan Cognitive
Load. (Tesis, Universitas Negeri Yogyakarta).
Adams, D., & Hamm, M. (2013). Tomorrow’s
innovators: Essential skills for a changing world. Plymouth: Rowman
& Littlefield Education.
Adolphus, T., Alamina, J., &
Aderonmu, T. S. (2013). The Effects of Collaborative Learning on Problem
Solving Abilities among Senior Secondary School Physics Students in Simple
Harmonic Motion. Journal of Education and Practice, 4(25), 95–100. Retrieved from http://hdl.handle.net/1893/26192.
Ayres, P., & Sweller, J. (2013).
Worked examples. In J. A. C. Hattie & E. M. Anderman (Eds.), The
International Handbook of Student Achievement (pp. 408–410). London, UK: Routledge.
Barkley, F. F., Major, C. H., & Cross, K
P. (2014). Collaborative learning techniques: A handbook for collage
faculty. San Fransisco, CA: John Wiley & Sons.
Johnson, D., Johnson, R. T., & Holubec, E.
J. (2012). Collaborative learning: Strategi pembelajaran untuk sukses
bersama. Bandung: Nusa Media.
Laal, M., & Ghodsi, S M. (2012). Benefits of collaborative learning. Procedia
- Social and Behavioral Sciences, 31, 486–490. https://doi.org/10.1016/j. sbspro.2011.12.091.
Laal, M., &
Laal, M. (2012). Collaborative learning: what is it? Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 31, 491–495. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011. 12.092.
Law, Q. P. S., So, H. C. F., & Chung, J.
W. Y. (2017). Effect of Collaborative Learning on Enhancement of Students’
Self-Efficacy, Social Skills and Knowledge towards Mobile Apps Development. American
Journal of Educational Research, 5(1), 25–29. https://doi.org/10.12691/education-5-1-4.
Lutfianto,
M., Zulkardi, Z., & Hartono, Y. (2013). Unfinished student answer in PISA
mathematics contextual problem. Journal on Mathematics Education, 4(2),
188–193. https://doi.org/10.22342/jme.4.2.552.
Mukadar, M. R. (2016). Meningkatkan
higher-order thinking skills siswa menggunakan kolaborasi metode think-pair
square dan cooperative two-stage exam. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 5(1),
22–27. Retrieved from https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/
article/view/16165.
Retnowati, E. (2017). Faded-example as a Tool
to Acquire and Automate Mathematics Knowledge. Journal of Physics:
Conference Series, 824(1), 012054.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/824/1/012054.
Retnowati, E. (2019). Psychology of
mathematics learning: Constructing knowledge. Yogyakarta: UNY Press.
Watskin, C.,
Carnell, E., & Lodge, C. (2007). Effective learning in classroom.
London: Paul Chapman Publishing.
No comments:
Post a Comment
Mari berkomentar...