Monday, October 31, 2022

Inovasi Pembelajaran Matematika Kolaboratif dengan Worked Example Complex-Complex Berbasis TIK Terintegerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta (Praktik Baik PembaTIK Level

 

Inovasi Pembelajaran Matematika Kolaboratif dengan

Worked Example Complex-Complex

Berbasis TIK Terintegerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta

 

Gambar 1. Siswa Mengerjakan Lembar Kerja Saat Praktik Baik Dilakukan

 

Permasalahan matematika dapat berasal dari kehidupan sehari-hari. Permasalahan matematika yang digunakan sangat dekat dengan kehidupan manusia disebut dengan kontekstual (Lutfianto, Zulkardi, & Hartono, 2013: 188). Pembelajaran dengan permasalah kontekstual melibatkan aktivitas siswa untuk memecahkan masalah dengan keterlibatan yang aktif, extensive networking, komunikasi dan kolaborasi (Brown & Mbati, 2015: 124). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Widjaja (2013: 158) tentang penggunaan masalah kontekstual untuk mendukung pembelajaran matematika, didapatkan kesimpulan bahwa masalah kontekstual mampu mengarah pada pembelajaran yang lebih bermakna disaat siswa aktif dalam diskusi dengan mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi, menjelaskan, dan membenarkan alasan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.

SMP Negeri 1 Manisrenggo adalah sekolah yang berada diperbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sekolah tersebut hanya berjarak kurang lebih 6 km dari Candi Prambanan. Oleh karena itu, sebagian besar siswa mengenal dekat tentang apa itu Candi Prambanan.

Berdasarkan penekanan agar siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna, disini penulis telah melakukan praktik baik di kelas. Penulis menggunakan Candi Prambanan sebagai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pembelajaran dengan permasalah kontekstual yang lebih bermakna.

Penulis memiliki sebuah praktik baik pembelajaran yang berjudul “Inovasi Pembelajaran Matematika Kolaboratif dengan Worked Example Complex-Complex Berbasis TIK Terintegerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta”. Pelaksanaan praktik baik ini dilakukan di kelas VIII G SMP Negeri 1 Manisrenggo. Judul tersebut diadaptasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis sendiri, Aadzaar (2020), yang menunjukan bahwa urutan kompleksitas worked example complex-complex dengan strategi pembelajaran kolaboratif ditinjau dari level kognitif pada tingkat HOTS lebih efektif daripada urutan kompleksitas worked example complex-complex dengan strategi pembelajaran individu ditinjau dari level kognitif pada tingkat HOTS.

Setelah praktik baik dilakukan, penulis melakukan sosialisasi melalui diseminasi online secara individu dan secara kolaboratif bersama dengan Sahabat Rumah Belajar Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2022 lainnya yang berturut-turut dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2022 dan 30 Oktober 2022. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada Vlog berikut



Untuk mendalami praktik baik ini, berikut ini adalah uraian dari beberapa komponen yang digunakan.

A.    Pembelajaran Kolaboratif

Collaborative berasal dari bahasa Latin ‘collabore’ yang artinya adalah bekerja sama dan dapat dipandang sebagai suatu proses penciptaan bersama (Mukadar, 2016: 23). Barkley, Major, & Cross (2014: 1) berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan belajar yang sengaja dirancang dan dilaksanakan dalam kelompok kecil atau berpasangan. Selain itu, Laal & Ghodsi (2012: 486) berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran dimana siswa secara berkelompok melakukan pekerjaan secara bersama-sama untuk melakukan pemecahan masalah, pembuatan produk, dan pengerjaan tugas. Hal ini sejalan dengan Laal & Laal (2012: 491) yang berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran untuk mengajar dan belajar dimana melibatkan sejumlah siswa untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, melengkapi tugas, atau menciptakan suatu hasil.

Pendapat lain dikemukakan oleh Adams & Hamm (2013: 36) yang menyatakan bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran yang mampu mendorong siswa dari berbagai tingkat kemampuan untuk bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama. Adolphus, Alamina, & Aderonmu (2013: 95) juga berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam melakukan tugas bersama dimana setiap siswa saling bergantung dan bertanggung jawab satu sama lain. Kemudian Law, So, & Chung (2017: 26) berpendapat bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan pembelajaran dimana terdapat gabungan dari usaha intelektual antara siswa dan siswa, atau siswa dan guru secara bersama-sama.

Dari beberapa pendapat sebelumnya, disintesiskan bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dari berbagai tingkatan kemampuan untuk saling bertanggung jawab dalam bekerja bersama di suatu kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah atau mencapai suatu tujuan bersama.

Terdapat beberapa langkah untuk melakukan pembelajaran kolaboratif. Menurut Watskin, Carnell, & Lodge (2007: 94), langkah-langkah pembelajaran kolaboratif adalah formulate, share, listen, dan create. Pada tahap formulate, siswa secara individu akan mengonstruk pengetahuannya melalui melakukan tugas belajar secara individu. Pada tahap share, siswa membagi ide dari hasil pekerjaannya pada anggota kelompoknya. Pada tahap listen, siswa saling mendengarkan jawaban dari anggota kelompoknya untuk dibandingkan perbedaan dan persamaan dari hasil pekerjaan individu. Pada tahap create, siswa membuat jawaban baru berdasarkan hasil terbaik dari diskusi dan setiap siswa bersiap untuk mempresentasikan hasil jawabannya saat dipanggil guru.

Kelompok yang dibentuk adalah kelompok yang heterogen dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda tingkatannya. Johnson, Johnson, & Holubec (2012: 65) menjelaskan bahwa pembagian kelompok secara teknisnya dapat dilakukan dengan melakukan pra ujian sebelumnya, kemudian siswa dibagi menjadi kelompok dengan kategori berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil pencapaian nilai. Satu siswa dari masing-masing kelompok dibagi secara acak ke dalam masing-masing kelompok pembelajaran sehingga terbentuk kelompok yang heterogen. Menurut Adams & Hamm (2013: 49), hal tersebut penting untuk dilakukan karena pembentukan kelompok harus terdiri dari siswa dengan kemampuan yang berbeda sehingga mereka dapat saling membantu. Selain itu Johnson, et al. (2012: 67) juga berpendapat bahwa dalam kelompok yang heterogen dapat meningkatkan pemahaman yang lebih dalam, kualitas penalaran siswa, dan keakuratan retensi jangka panjang.

B.    Worked Example Complex-Complex

Secara bahasa, worked example artinya adalah contoh. Menurut Retnowati (2019: 78), worked example adalah pembelajaran dengan menggunakan contoh yang biasanya digunakan untuk menunjukkan bagaimana menyelesaikan suatu jenis masalah yang kemudian diikuti oleh praktik pada masalah yang serupa dan atau transfer masalah. Menurut Ayres & Sweller (2013: 408), worked example adalah pembelajaran yang memberikan contoh yang mencakup pernyataan masalah dan langkah demi langkah yang mengarah pada penyelesaian akhir. Menurut Retnowati (2012: 393), worked example adalah pembelajaran yang menggunakan contoh dengan menggunakan langkah demi langkah dalam penyelesaian masalah ditunjukkan dengan komentar yang ditambahkan di sebelah langkah penyelesaian yang menjelaskan alasan mendasar pemilihan langkah tersebut.

Dari kajian diatas, disintesiskan bahwa worked example adalah suatu pembelajaran untuk memecahkan suatu masalah dengan adanya panduan lengkap langkah demi langkah yang menjelaskan alasan mendasar pemilihan langkah tersebut.

Urutan kompleksitas worked example dapat mempengaruhi pembelajaran selanjutnya dengan adanya masalah yang memiliki kompleksitas yang berbeda-beda (Retnowati, 2017: 669). Urutan kompleksitas masalah yang bervariasi dalam setiap kondisi digunakan dengan tujuan untuk memastikan bahwa efek yang mampu mempengaruhi worked example tidak disebabkan oleh satu urutan masalah tertentu yang digunakan (Van Gog, et al., 2012: 833). Urutan kompleksitas worked example complex-complex merupakan suatu pembelajaran untuk memecahkan suatu masalah dengan adanya panduan lengkap langkah demi langkah yang menjelaskan alasan mendasar pemilihan langkah tersebut dengan urutan tingkat kompleksitas dari tingkat complex kemudian diberikan tingkat complex lagi. Kompleksitas masalah dikategorikan berdasarkan penggunaan masalah kontekstual dan tingkat konseptual pengetahuan yang dibutuhkan (Aadzaar, 2020).

Gambar 2. Contoh Worked Example

C.    Pembelajaran Matematika Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Metode Grafik

Bagi siswa pemula, materi SPLDV adalah materi kompleks karena SPLDV merupakan materi yang baru dan memiliki hubungan yang erat dengan permasalahan kontekstual sehingga siswa akan mengalami kesulitan dalam melakukan penerapan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan prior knowledge yang terbatas. Sehingga pada praktik baik digunakan materi SPLDV kelas VIII semester 1. Materi SPLDV yang digunakan adalah pada bagian metode grafik. Indikator pembelajaran yang digunakan adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan SPLDV dengan menggunakan metode grafik. 

D.   Pemanfaatan Rumah Belajar dan Platform Merdeka Mengajar

        Pada praktik baik ini penulis membuat Multimedia Pembelajaran Interaktif “SPLDV Metode Grafik” yang bisa diakses di Rumah Belajar pada link berikut : Multimedia Pembelajaran Interaktif - SPLDV Metode Grafik

Gambar 3. Tampilan Multimedia Pembelajaran Interaktif “SPLDV Metode Grafik”.


            Penulis juga memanfaatkan fitur Asesmen yang ada pada Platform Merdeka Mengajar untuk melakukan Tes Diagnostik. Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal mereka dan kemudian penulis menggunakan hasilnya untuk membuat kelompok yang heterogen.

Gambar 4. Hasil Tes Diagnostik pada Salah Satu Siswa.


E.    Integerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Pembelajaran

            Berdasarkan karakteristik materi SPLDV dan tujuan untuk menekankan agar siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna, penulis menggunakan Candi Prambanan sebagai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pembelajaran dengan permasalah kontekstual yang lebih bermakna.


Gambar 5. Contoh Soal dari Penerapan Integerasi Kearifan Lokal
Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Pembelajaran

             Berdasarkan komponen-komponen yang terlibat dalam praktik baik, berikut ini adalah tahap pembelajaran yang dilakukan.

A.  Tahap Perencanaan

Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran disusun berdasarkan komponen-komponen yang telah disiapkan untuk pembelajaran. Penulis menyusun indikator dan tujuan pembelajaran sesuai dengan pembelajaran yang ingin dicapai.

Kearifan lokal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang relevan dipilih untuk dikembangkan dan diinovasi agar dapat sinkron dengan masalah kontekstual dari materi yang akan diajarkan. Kearifan lokal yang ingin digunakan kemudian diterapkan pada pembelajaran matematika kolaboratif dengan worked example complex-complex. Penerapannya harus sesuai dengan langkah pembelajaran agar tercapai hasil pembelajaran yang diharapkan.

Perangkat pembelajaran seperti bahan ajar dapat di tempatkan pada Rumah Belajar sebagai pemanfaatan TIK. Tidak hanya itu, tes diagnostik yang akan dilakukan bisa menggunakan fitur Asesmen pada Platform Merdeka Mengajar untuk mempermudah dalam mengelompokkan siswa sesuai kemampuan awal siswa yang heterogen.

B.   Tahap Pelaksanaan

Pembelajaran dilakukan pada tahap ini sesuai dengan tahap perencanaan yang telah disusun. Secara garis besar, tahap ini memuat pendahuluan, isi dan penutup. Pada bagian pendahuluan, penulis mengucapkan salam pada siswa, berdoa, memeriksa kehadiran, memotivasi siswa, dan mengondisikan siswa untuk siap menerima pembelajaran. Sedangkan pada bagian isi, terbagi lagi menjadi dua tahap sebelum pembelajaran diakhiri pada bagian penutup.

Pada bagian isi, ditandai dengan adanya dua tahap, yaitu tahap pengaktifan prior knowledge dimana siswa mempelajari kembali atau mengingat kembali materi prasyarat yang difasilitasi melalui tes diagnostik. Kemudian siswa melakukan tahap pembelajaran kolaboratif sesuai langkah pembelajaran, yaitu formulate, share, listen, dan create.

Gambar 6. Siswa Memahami Materi dan Mengerjakan Lembar Kerja secara Individu 
(Formulate)

Gambar 7. Siswa Berdiskusi dengan Teman Kelompok untuk 
Berbagi Pekerjaan, Mendengarkan Jawaban Anggota Lain, dan Mengambil Jawaban Terbaik
(Share, Listen, dan Create)


Gambar 8. Siswa Mempresentasikan Hasil Pekerjaan

Siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya dan siswa yang lainnya memberikan tanggapan tentang pekerjaan temannya. Selanjutnya guru membantu mengarahkan siswa untuk memberikan konfirmasi mengenai ketepatan dalam menjawab jawaban yang benar. Tahapan ini berlangsung cukup kondusif dimana beberapa siswa terlihat aktif dalam mempresentasikan hasil pekerjaannya dan saling menanggapi tentang pekerjaan temannya.

Pada akhir pembelajaran, siswa dan guru secara bersama-sama saling menyimpulkan apa yang telah mereka dapatkan dalam pembelajaran. Kemudian siswa memberikan refleksi sebelum pembelajaran diakhiri. Guru menyampaikan materi mendatang yang akan dipelajari dan menutup pembelajaran dengan salam.

A.    Tahap Berbagi

Setelah pembelajaran berlangsung dengan baik. Hasil dari praktik baik dirangkum dalam bentuk Slide yang akan didesiminasikan secara online sebagai bentuk sosialisasi praktik baik yang telah dilakukan. Penulis melakukan sosialisasi melalui diseminasi online secara individu dan secara kolaboratif bersama dengan Sahabat Rumah Belajar Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2022 lainnya yang berturut-turut dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2022 dan 30 Oktober 2022. Pada kegiatan ini, dihadiri oleh guru-guru yang tersebar pada daerah-daerah yang ada di Indonesia.

Ada beberapa hal baik yang dapat dibagikan, yaitu

1.     Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena menggunakan Media Pembelajaran Interaktif - SPLDV metode grafik.

2.     Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengenal masalah kontekstual yang digunakan berdasarkan kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta.

3.     Siswa dapat memahami tentang SPLDV metode grafik dengan mudah menggunakan worked example complex-complex



Gambar 9. Kegiatan Diseminasi Secara Individu dan Kolaboratif 
bersama dengan SRB DIY Tahun 2022


        Demikian praktik baik yang saya lakukan mengenai “Inovasi Pembelajaran Matematika Kolaboratif dengan Worked Example Complex-Complex Berbasis TIK Terintegerasi Kearifan Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta”. Semoga praktik baik ini dapat bermanfaat dan menginspirasi kelas pembaca sekalian.

        Akhir kata, teruslah berinovasi demi tercapaikan pembelajaran yang menyenangkan dan penuh dengan makna untuk sanubari siswa. Terimakasih. Salam Sahabat Rumah Belajar


Sumber Referensi :

Aadzaar, R. M. (2020). Efektivitas Urutan Kompleksitas Worked Example dalam Pembelajaran Matematika Kolaboratif Ditinjau dari Level Kognitif dan Cognitive Load. (Tesis, Universitas Negeri Yogyakarta).

Adams, D., & Hamm, M. (2013). Tomorrow’s innovators: Essential skills for a changing world. Plymouth: Rowman & Littlefield Education.

Adolphus, T., Alamina, J., & Aderonmu, T. S. (2013). The Effects of Collaborative Learning on Problem Solving Abilities among Senior Secondary School Physics Students in Simple Harmonic Motion. Journal of Education and Practice, 4(25), 95100. Retrieved from http://hdl.handle.net/1893/26192.

Ayres, P., & Sweller, J. (2013). Worked examples. In J. A. C. Hattie & E. M. Anderman (Eds.), The International Handbook of Student Achievement (pp. 408410). London, UK: Routledge.

Barkley, F. F., Major, C. H., & Cross, K P. (2014). Collaborative learning techniques: A handbook for collage faculty. San Fransisco, CA: John Wiley & Sons.

Brown, T. H., & Mbati, L. S. (2015). Mobile learning: Moving past the myths and embracing the opportunities. The International Review of Research in Open and Distributed Learning, 16(2), 115–135. https://doi.org/10.19173/irrodl. v16i2.2071.

Johnson, D., Johnson, R. T., & Holubec, E. J. (2012). Collaborative learning: Strategi pembelajaran untuk sukses bersama. Bandung: Nusa Media.

Laal, M., & Ghodsi, S M. (2012). Benefits of collaborative learning. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 31, 486490. https://doi.org/10.1016/j. sbspro.2011.12.091.

Laal, M., & Laal, M. (2012). Collaborative learning: what is it? Procedia - Social and Behavioral Sciences, 31, 491–495. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011. 12.092.

Law, Q. P. S., So, H. C. F., & Chung, J. W. Y. (2017). Effect of Collaborative Learning on Enhancement of Students’ Self-Efficacy, Social Skills and Knowledge towards Mobile Apps Development. American Journal of Educational Research, 5(1), 25–29. https://doi.org/10.12691/education-5-1-4.

Lutfianto, M., Zulkardi, Z., & Hartono, Y. (2013). Unfinished student answer in PISA mathematics contextual problem. Journal on Mathematics Education, 4(2), 188–193. https://doi.org/10.22342/jme.4.2.552.

Mukadar, M. R. (2016). Meningkatkan higher-order thinking skills siswa menggunakan kolaborasi metode think-pair square dan cooperative two-stage exam. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 5(1), 22–27. Retrieved from https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/ article/view/16165.

Retnowati, E. (2012a). Worked examples in mathematics.  2nd International STEM in Education Conference.  Retrieved from http://stem2012. bnu.edu.cn/data/ poster%20paper/stem2012_95.pdf. (pp. 393–395).

Retnowati, E. (2017). Faded-example as a Tool to Acquire and Automate Mathematics Knowledge. Journal of Physics: Conference Series, 824(1), 012054. https://doi.org/10.1088/1742-6596/824/1/012054.

Retnowati, E. (2019). Psychology of mathematics learning: Constructing knowledge. Yogyakarta: UNY Press.

Watskin, C., Carnell, E., & Lodge, C. (2007). Effective learning in classroom. London: Paul Chapman Publishing.

Widjaja, W. (2013). The Use of Contextual Problems to Support Mathematical Learning. Journal on Mathematics Education, 4(2), 151–159. https://doi.org/ 10.22342/jme.4.2.413.

No comments:

Post a Comment

Mari berkomentar...